Template by:
Free Blog Templates

Welcome To IT WORLD XI IPS 1

Selasa, 27 April 2010

Perayaan Hari Kartini

eKe Salon demi Perayaan Hari Kartini


Siapa yang tidak kenal R.A Kartini,Lahir di Jepara pada 21 April 1879, Kartini berhadapan pada budaya yang tidak memberikan kesempatan memperoleh pendidikan dan perlakuan setara dengan laki-laki. Cita-cita Kartini untuk meraih pendidikan Sekolah Guru di negeri Belanda melalui beasiswa yang telah diperolehnya, kandas oleh larangan orangtua yang malahan menikahkan Kartini dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat.

Puluhan anak usia empat tahun sampai enam tahun yang berbaris berdesakan di halaman sekolah itu seolah tak begitu memerhatikan seruan Rosnita. Mereka lebih asyik bermain dengan teman. Sebagian lain mengeluh kepada ibunya karena kepanasan akibat pakaian adat yang mereka kenakan terbilang tebal.
Keringat bercucuran di dahi dan pipi para siswi yang berlapis bedak dan tersapu blush on itu. Eyeliner, eye shadow, concealer, dan gincu mereka mulai pudar. Beberapa siswa bahkan mencopot topi karena tidak kuat menahan panas.
Meski begitu, para siswa dan siswi yang memakai pakaian berbagai adat itu tetap enak dipandang. Ada yang berkebaya mirip orang Jawa, ada yang dandan mirip orang Padang, dan ada pula yang bergaya mirip orang Papua. Mereka berpakaian adat secara berpasang-pasangan mirip saat menjelang karnaval perayaan 17 Agustus.
”Tahu enggak hari ini hari apa?” teriak Rosnita. ”Hari Ibu Kita Kartini!” jawab para siswa TKIT Hikmatul Fadhillah serentak.
Sesaat kemudian, enam anak naik panggung. Mereka menyanyikan lagu ”Ibu Kita Kartini” diselingi puisi dengan judul yang sama. Mereka begitu ceria menyanyikan lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman itu. Disusul dengan penampilan kelompok per kelompok berdasarkan pakaian adat yang mereka pakai.
”Senyum sedikit. Jangan terlalu mundur. Maju-maju,” seru seorang ibu kepada anaknya yang tampak malu berada di atas panggung. Tak peduli, ibu itu malah mengambil kamera saku dan mengabadikan gambar anaknya lengkap dengan pakaian adat Jawa itu.
Orangtua lainnya juga sibuk memotret saat anaknya tampil ke panggung. Bagi mereka, ini merupakan peristiwa langka sehingga harus diabadikan. Apalagi, penampilan anak-anak itu begitu berbeda dibandingkan dengan hari-hari biasa.
Demi bisa tampil sempurna, orangtua mereka rela merogoh uang untuk menyewa baju dan mendandani anaknya ke salon kecantikan. ”Setengah jam saya nunggu anak saya ini di salon. Biaya dandan dan sewa bajunya Rp 80.000,” kata Dini Ardi (28) yang saat itu menemani anaknya, Nazla Ramadhani (4).
Berkali-kali Dini Ardi harus mengusap keringat di pipi anaknya yang kepanasan saat memakai gaun Padang itu. Meskipun sedang memperingati Hari Kartini, Dini tidak merasa harus mendandani anaknya dengan kebaya. Baginya, yang penting menularkan semangat Kartini tentang rasa cinta Tanah Air dan penghargaan terhadap perempuan.
Berbeda dengan Tiah (30). Baginya, yang penting anaknya, Tiara (5), bisa bersenang dan berbahagia bersama teman-temannya. Untuk itu, dia rela membawa anaknya ke salon untuk berdandan dan tampil sempurna. Soal nilai nasionalisme atau cinta Tanah Air bisa diajarkan di sela-sela acara. (M Hilmi Faiq)
Read More